Kamis, 16 Juni 2011

KKP KWI, JPIC MSC dan JPIC OFM bikin pelatihan di Pontian

REALITAS krisis ekologi menyerang kita dari banyak aspek. Skala dan kompleksitas permasalahan-permasalahan dan kerumitan pemecahan-pemecahan jangka panjang yang diketengahkan oleh media massa kepada kita telah menjadi semakin sulit diabaikan.

Maka, pada tanggal 22 -29 Oktober 2009 , Komisi Keadilan dan Perdamaian Konfrensi Wali Gereja Indonesia (KKP-KWI) bekerja sama dengan Komisi Keadilan dan Perdamaian Konggregasi MSC dan Komisi Keadilan dan Perdamaian OFM mengadakan pelatihan advokasi “penghentian kerusakan lingkungan berbasis data” di Hotel 95, Jl. Imam Bonjol, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

Menurut Pastor Danny, OSC bahwa pelatihan ini bertujuan untuk memperkuat masyarakat local dan lembaga gereja local di Kalimantan Barat untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat dan menjaga hutan dari ancaman degradasi dan deforestasi. “Masyarakat adat memiliki hubungan timbal balik yang erat dengan hutan dan alam sekitarnya. Kalau hutan rusak, maka masyarakat adatnya akan punah. Karena itu, marilah kita menjaga dan merawat hutan dari ancaman degradasi dan deforestasi, dengan melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat adat yang hidup di hutan,” tegasnya dihadapan tiga puluh satu peserta pelatihan yang hadir.


Pelatihan ini dibuka dengan perayaan ekaristi bersama, kemudian dilanjutkan dengan presentasi tentang hak-hak masyarakat adat yang diatur dalam undang-undang atau peraturan Negara lainnya, dan dilanjutkan dengan menggali pelbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adat serta menentukan rencana tindak lanjut.

Menurut Bpk. Paulus Sungging, pelatihan ini sangat berguna dan bermanfaat bagi kami masyarakat adat yang hidup di tengah hutan. “Hidup dan masa depan kami sedang terancam. Banyak investor perkebunan kelapa sawit dan pertambangan sedang menggarap hutan kami. Kami sering ditipuh oleh investor-investor itu. Hutan dan tanah ulayat kami diambil oleh investor, tanpa bayar. Kami kehilangan tempat untuk berkebun, berburuh binatang dan kuburan para leluhur kami. Kami mau melawan, tapi tidak bisa. Kami ini orang bodoh yang tidak tahu apa-apa tentang Negara ini. Tapi, dengan pelatihan ini, kami semakin mengerti dan bertekat untuk memperjuangkan hak-hak kami,” ungkapnya. Lebih lanjut, fasilitator pelatihan, Delmacius Azaz Tigor Nainggolan, S.H. Msi., menegaskan bahwa gerakan pemberdayaan masyarakat adat dan hutannya harus dilakukan secara bersama-sama. Pemerintah, legislative, masyarakat adat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan pihak gereja harus bersatu melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat adat dan melindungi hutan alam dari pelbagai ancaman degradasi dan deforestasi.

Sesi terakhir dari pelatihan ini, para peserta bersama dengan fasilitator melakukan pertemuan dengan Bapak Ignatius Lyong, Asisten Satu Pemerintah Daerah Propinsi Kalimanatan Barat. Dalam pertemuan ini, perwakilan dari para peserta menyampaikan pelbagai persoalan ketidakadilan yang dihadapi oleh masyarakat adat berkaitan dengan investasi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu bara. Bapak Ignatius Lyong, menegaskan bahwa pelbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adat akan diperhatikan dengan serius dan pemerintah daerah akan melakukan evaluasi atas pelbagai kebijakan investasi di bidang perkebunan dan pertambanagn di Kalimanatn Barat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar