Minggu, 07 November 2010

MEMBUAT KEBUNGKAMAN-KEBUNGKAMAN ’BERBICARA’

Pandangan Pierre Macherey, kritikus seni yang diilhami pemikiranAlthusser
-----------------------------------------------------------------------------------
Oleh George Junus Aditjondro

DARI sejumlah mantan mahasiswa Louis Althusser di Perancis, ada seorang yang terkenal sebagai pengembang teori kritik sastra, yakni Pierre Macherey (lahir, 1938). Pandangan Macherey, yang berkontribusi dalam penulisan Reading Capita l(1970), dan ikut mengilhami Jacques Derrida dan Terry Eagleton, sungguh unik. Menurut Macherey, terikatnya teks pada ideologi tertentu bukan pada apa yang dikatakannya, tapi justru pada apa yang tidak dikatakannya. Suatu teks mengandung kebungkaman-kebungkaman (silences) tertentu, gaps tertentu dan absences tertentu. Tugas seorang kritikus adalah membuat kebungkaman-kebungkaman itu ’berbicara’ (Eagleton 2002: 32).

Jumat, 05 November 2010

Kampuang Waan dan Konorau (catatan perjalanan tahun 2007)


Oleh wensislaus fatubun

I

Wilayah pantai selatan dari Pulau Kimaam adalah daerah yang sangat kaya akan potensi sumber daya alam. Berdasarkan potensi keragaman hayati, wilayah ini memiliki nilai penting bagi jenis fauna, seperti pelbagai jenis burung, ikan (air tawar maupun air asin), buaya, rusa dan kangguru. Wilayah pantai selatan dari Pulau Kimaam ini merupakan habitat utama buaya muara dan buaya air tawar. Keterbukaan jaringan hidrologi dan luasnya tumbuhan bakau pada pesisir pantai dan di sepanjang aliran sungai menunjukkan bahwa wilayah ini sebagai habitat yang sangat baik bagi kehidupan fauna air, terutama jenis-jenis ikan, udang dan kepiting.
Tapi wilayah pantai selatan Pulau Kimaam yang sangat kaya akan potensi sumber daya alam dan penduduknya kini diperhadapkan dengan masalah dalam pelbagai aspek kehidupan, misalnya tingkat pendidikan dan pelayanan kesehatan yang minim serta konflik sumber daya alam yang mengancam keutuhan hidup masyarakat di wilayah pantai selatan Pulau Kimaam. Masyarakat yang hidup di Pulau yang kaya itu berada dalam angkah kemiskinan yang tinggi, tingkat buta uruf dan buta angka yang tinggi, kematian ibu dan anak yang tinggi. Singkatnya, wilayah pantai selatan dari Pulau Kimaam yang sangat kaya akan potensi sumber daya alam tidak memberikan jaminan kemakmuran kepada penduduk aslinya.

Perempuan-Perempuan di Seputar Kedua Tokoh Perintis Marxisme

KELUAR DARI BAYANG-BAYANG MARX & ENGELS:
Perempuan-Perempuan di Seputar Kedua Tokoh Perintis Marxisme

George J. Aditjondro

1. Pengantar:
SEJARAH seringkali merupakan sejarah ’laki-laki’ (his-story). Jarang sekali peranan perempuan yang dekat dengan tokoh-tokoh tersebut, baik isteri, kekasih (gelap maupun terang), serta saudara perempuan, juga mendapat perhatian dari para peneliti. Begitu pula dalam sejarah Marxisme, di mana orang kurang mendengar (atau membaca) tentang peranan isteri Marx, kekasih Engels, atau anak-anak perempuan Marx. Makanya, dalam handout ini, saya berusaha mengumpulkan semua data tentang tokoh-tokoh perempuan yang selama ini sering tersembunyi dalam bayang-bayang Marx dan Engels. Tujuannya untuk melihat pengaruh tokoh-tokoh perempuan itu, dalam perkembangan pemikiran dan gerakan Marxisme. Setidak-tidaknya, tulisan ini bermaksud mengurangi bias gender dalam mendalami sejarah Marxisme dini.

Kamis, 04 November 2010

In solidarity with our Papuan friends and activists, Suara Rakyat Malaysia (SUARAM) and ALIRAN is organizing an open screening on the human rights situation in Papua, which will be followed by a discussion session afterwards.

link: http://www.engagemedia.org/Members/emnews/events/papua-film-screening-and-discussion

Minggu, 31 Oktober 2010

Dari Alienasi ke Eksploitasi

PSIRB 301, Marxisme: Religi, Politik & Ideologi. Dosen: George J. Aditjondro
Handout 1

DARI ALIENASI KE EKSPLOITASI

1. Berbagai Sesat Pikir Populer ttg Marxisme:
a. Tembok Berlin sudah runtuh, negara-negara sosialis satu per satu sudah beralih ke kapitalisme, kecuali Kuba dan Korea Utara. Ini membuktikan bahwa sosialisme telah gagal membawa kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat di negara-negara itu. Karena itu, sudah tidak relevan lagi untuk mempelajari faham-faham sosialisme, termasuk Marxisme. Pandangan umum begini bersikap “netral” terhadap Marxisme, tapi memandangnya sebagai sesuatu yang sudah tidak berguna (redundant). Padahal, yang runtuh itu adalah sistim sosialisme negara yang dipimpin oleh sebuah partai tunggal (Partai Komunis), yang hanya merupakan salah satu interpretasi terhadap Marxisme.

Rabu, 27 Oktober 2010

MAMPUKAH KITA BERENANG MELAWAN ARUS

MAMPUKAH KITA BERENANG MELAWAN ARUS?
Harapan bagi Ornop-ornop Lokal dan Nasional untuk melawan Ketidakadilan dan Kesenjangan di bidang Hak-Hak Sipil & Politik
di Tanah Papua
----------------------------------------------------------------------------------------------------
George Junus Aditjondro

(1). Analisis kritis terhadap terjadinya konflik akibat ketidakadilan dan kesenjangan di bidang hak-hak sipil dan politik di Tanah Papua:

Konflik laten antara masyarakat Papua dan aparat Negara Kesatuan Republik Indonesia, secara historis dilatarbelakangi hasrat masyarakat Papua untuk menentukan nasib mereka sendiri sebagai bangsa dan negara Papua Barat, setelah dijanjikan oleh penguasa kolonial setengah abad yang lalu, yakni Kerajaan Belanda. Untuk memperkuat cita-cita kemerdekaan itu, diciptakanlah lagu kebangsaan, Hai Tanahku Papua, serta bendera Bintang Kejora. Berpuluh-puluh tahun kemudian, Sang Bintang Kejora tetap dikibarkan dalam setiap aksi pro-kemerdekaan Papua Barat, walaupun dengan pertaruhan nyawa.

Solidaritas Pemimpin dan Rakyat

“ istilah ''ko gunung , ko pantai , ko pesisir , ko rawa - rawa '' masih ada di orasi - orasi aktivis Papua. coba kawan - kawan dari pantai ada yang mo orasi ka..
hal ini menjadi pengamatan bagi sa, kalau tong masih pake istilah primodial. persatuan di antara orang asli Papua yang tong bicara dari 40 tahun yang lalu tidak akan pernah nyata. Persatuan hanya menjadi SLOGAN SEMU”, cerita Cyntia dalam Fbnya.

Realitas yang ditampilkan oleh Cyntia memperlihatkan adanya pengingkaran terhadap indentitas (baca: kebudayaan atau jatih diri) kita. Kehidupan anda dan saya terjebak pada sesutau yang dibuat, direkayasa dan illusikan atau disimulasi atau istilah saya sebagai realitas illusi atau realitas simulasi. Sehingga identitas saya dan anda tidak lagi ditentukan oleh dan dari dalam dirinya sendiri, tapi ditentukan oleh kaum peninda yang bermuka tiga “M” (militer, milisi dan modal). Yang tumbuh subur adalah perpecahan, seperti muncul banyak faksi-faksi dalam gerakan pembebasan, walaupun memperjuangkan hal yang sama. Inilah cermin dari identitas kita kini yang lebih ditentukan oleh kontruksi tanda, citra dan kode yang diproduksi oleh kaum penindas.