Kamis, 17 Maret 2011

Sejarah Sunyi

Di Merauke (11/2/2011), para pimpinan Sekretariat Keadilan dan Perdamaian se-Papua (SKP se-Papua) bersama Promotor JPIC MSC  menegaskan hak hidup orang asli Papua sedang terancam. 

Ada lima masalah utama hak hidup orang asli Papua, yang menjadi keprihatian bersama pimpinan SKP se-Papua, yakni  kerusakan dan kehancuran lingkungan hidup (masalah ekologi dan investasi), gagalnya implementasi OTSUS, militerisme dan kekerasan aparat, dialog Papua (internal antar orang Papua sendiri) dan Jakarta – Papua dan pendidikan dan Kesehatan yang terus menerus problematik”, ungkap koordinator SKP se-Papua, Br. Rudolf Kambayong, OFM.

Persoalan-persoalan ini menjadi pelanggaran di bidang hukum dan HAM di tanah Papua, karena perangkat hukum dan kebijakan publik yang ada sesungguhnya masih berorientasi pada langgengnya kekuasaan, jabatan dan kepentingan pihak penguasa beserta kroni dan kelompok dekatnya ketimbang memihak pada kepentingan Orang Asli Papua di tanah Papua.


Aku memotret Papua


Konflik laten antara masyarakat Papua dan aparat Negara Kesatuan Republik Indonesia, secara historis dilatarbelakangi hasrat masyarakat Papua untuk menentukan nasib mereka sendiri sebagai bangsa dan negara Papua Barat, setelah dijanjikan oleh penguasa kolonial, Kerajaan Belanda, setengah abad yang lalu. Untuk memperkuat cita-cita kemerdekaan itu, diciptakanlah lagu kebangsaan, Hai Tanahku Papua, serta bendera Bintang Kejora. Berpuluh-puluh tahun kemudian, Sang Bintang Kejora tetap dikibarkan dalam setiap aksi pro-kemerdekaan Papua Barat, walaupun dengan pertaruhan nyawa.