Minggu, 31 Juli 2011

Kartun "PEPERA 1969"


Ada pelbagai cari untuk menggambarkan keberadaan Indonesia di Papua. Salah satu cara, yakni yang dibuat oleh seorang kartunis Belanda. 


Ia menggambar situasi tahun 1963 hingga 1969. Berikut ini beberapa gambarnya:

Sabtu, 30 Juli 2011

KESEHATAN, DEMOKRASI & HAK-HAK EKOSOSBUD: BELAJAR DARI RINTISAN DOKTER ”CHE”

George Junus Aditjondro


If we’re going to have a successful democratic society,
we have to have a well educated and healthy citizenry
Thomas Jefferson

A few months ago, here in Havana,
it happened that a group of newly graduated doctors
did not want to go into the country’s rural areas
 and demanded remuneration before they would agree to go ...

But what would have happened if instead of these boys,
whose families generally were able to pay for their years of study,
others of less fortunate means had just finished their schooling
and were beginning the exercise of their profession?
What would have occurred if two or three hundred campesinos
had emerged, let us say by magic, from the university halls?

What would have happend, simply, is that the campesionos would have run, immediately and with unreserved enthusiasm, to help their brothers ...
What would have happend is what will happen in six of seven years, when the new students, childre of workers and campesinos, receive professional degrees of all kinds
If we medical workers – and permit me to use once again a title which I had forgotten some time ago – are successful, if we use this new weapon of solidarity ....
Che Guevara, On Revolutionary Medicine,
Havana, 19 Agustus 1960 (dalam Brouwer 2009)


Essay ttg Orang Asli Papua

Orang asli Papua:
Sebuah refleksi eksistensialis

Orang asli Papua adalah kelompok minoritas di Indonesia. Nasib orang asli Papua sangat tergantung kepada kemampuan penalaran, skill, dan manajemen orang asli Papua sendiri, tapi sayang sekali sampai dengan saat ini, Orang asli Papua mengalami krisis kebudayaan. Hal ini disebabkan kebudayaannya dibiarkan merana, tidak terawat, dan tidak dikembangkan oleh pihak-pihak yang berkompeten, terutama para elite anak orang asli Papua, yang duduk di lembaga eksekutif dan legislatif. Bahkan Kebudayaan orang asli Papua terkesan dibiarkan mati merana digerilya oleh kebudayaan asing, terutama dari pulau Jawa dan Sulawesi, serta tumbuh subur pelbagai stereotip atau stigma tentang watak-watak negatip yang diletakkan pada diri orang asli Papua, seperti pemabuk, seks bebas, munafik, jorok, kotor, malas, tidak suka bertanggung jawab, suka gengsi, dan tidak suka bisnis. “lebih aman jadi pegawai”, ungkap sebagian anak muda orang asli Papua.
Itulah wilayah Papua kini, yang menjadi korban dari ajang pertempuran antara Militer Indonesia dan Polisi Indonesia, antara kaum kristen dan kaum Islam, antara modernitas dan kekolotan tradisi, dan antara elite Papua dan elite non Papua, serta orang asli Papua yang kalah dari gempuran kaum kapitalis. Singkatnya, wajah orang asli Papua adalah wajah kaum yang sedang ditindas dan tertindas oleh gurita tiga ‘M’ (baca: militer, modal dan milisi).

Sehingga, kemunduran kebudayaan orang Papua asli sangat terasa sekali. Terpaan berbagai krisis yang tak pernah selesai dialami.

Hal ini tidak lepas dari dosa kolonial Belanda dan Indonesia. Terutama Indonesia. Strategi Indonesia untuk mengeksploitasi kekayaan alam di tanah Papua melalui politik memecah belah. Militerisme, kebijakan investasi dan trasmigrasi, wajahnya.

Gerilya Kebudayaan

Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk tertinggi di dunia harus berjuang sekuat tenaga dengan cara apapun untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi demi meningkatkan kesejahteraan warganya. Mengingat daerah-daerah penghasil, seperti Pulau Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi hampir selesai digarap.  Begitu para investor mendapat angin dari regim Orde Baru dan kini resim Cikeas, Papua lalu bagaikan diterpa badai gurun Sahara yang panas!

Pemanfaatan strategi politisasi suku dan sedikit agama untuk mendominasi dan menisbikan kebudayaan Papua mendapatkan angin bagus. Ini berlangsung dengan begitu kuat dan begitu vulgarnya.
Gerilya kebudayaan asing lewat politisasi suku begitu gencarnya, terutama lewat media televisi, majalah, buku dan radio. Gerilya kebudayaan melalui TV ini sungguh secara halus-nyamar-tak kentara. Orang awam pasti sulit mencernanya!

Proklamasi Nieuw Guinea 1949 oleh Pejabat Gubernur Nieuw Guinea

Disadur ulang

PROKLAMASI

Penduduk Nieuw Guinea
Berdasarkan keputusan-keputusan dari konfrensi Meja Bundar pada hari ini kedaulatan atas Indonesia akan diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali apa yang dulu disebut Residensi nieuw Guinea.

Mulai hari ini kami semua menjadi penduduk dari Gubernemen Nieuw Guinea, dimana pemerintah umum dilaksanakan atas nama Ratu yang dimuliakan.

Kita memanjatkan doa kehadirat Yang Maha Kuasa akan memberi kita kemakmuran dan keamanan dibawa pimpinan Ratu Juliana.


Hollandia, 27 Desember 1949

Pejabat Gubernur Nieuw Guinea

ttd

J.P.K. Van Eechoud

Bahasa asli

PROCLAMATIE

Ingezetenen van Nieuw Guinea Ingevolge de besluten ter Ronde Tafel Conperentie genomen, Zan op dezedag aan de Republik Indonesia worden overgedragen, met uit zondering van de voormalige Residentie Nieuw Guinea. Vanaf deze dag zejn allen ingezetenen van het Gouverment Nieuw Guinea, alwaar het algemeen bestuur Zal Worden uitgevend door het Gouvernement in naar van onze geerbiedigge Koningin.

Smeken wij den allerhoogste Zejn Zegen te schenken aan dit land en bidden wij dat hij ons onderleiding van haar mayesteit Koningin Juliana moge voeren naar voorspoed en vrede

Hollandia, 27 Desember 1949

De Waarnemen
Gouvernur Van Nieuw Guinea
was getekend

J.P.K. Van Eechoud

DISANDERA KABINET PEDAGANG MIGAS:


 Membongkar Kepentingan-Kepentingan Domestik dan Internasional
di balik Kenaikan Harga BBM di Indonesia
-------------------------------------------------------------------------------
George Junus Aditjondro, Ph.D.

            HARI Sabtu, 1 Oktober 2005, dua buah bom meledak di Indonesia. Bom Bali II, yang menelan korban puluhan jiwa dan jutaan rakyat Bali dan rakyat Indonesia yang lain yang hidup dari sektor pariwisata, yang sangat terpukul oleh anjognya jumlah turis yang tetap berkunjung ke Bali. Namun ada juga bom kedua, yang untuk sementara waktu agak tertutup gemanya oleh gema bom Bali II, yakni bom kenaikan harga tiga jenis BBM – bensin, minyak solar, dan minyak tanah – di seluruh Indonesia.

Rabu, 20 Juli 2011

DIAKONIA PALANG PINTU, BUKAN SEKEDAR PALANG MERAH:

Kelemahan-kelemahan Struktural Gereja menghadapi Konflik-konflik Penguasaan Sumber-Sumber Daya Alam di Nusantara
Oleh George Junus Aditjondro

......perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging,
tetapi melawan pemerintah-pemerintah,
melawan penguasa-penguasa,
melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini,
melawan roh-roh jahat di udara.
Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah,
 supaya kamu dapat mengadakan perlawanan
pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri,
sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu.
 Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran
dan berbajuzirahkan keadilan.
(Efesus 6: 12-15)

Minggu, 17 Juli 2011

DARI BUDAYA PERANG KE BUDAYA PERDAMAIAN:

Mencari Model Polisi Pemelihara Perdamaian

oleh George Junus Aditjondro

PENGANTAR

            ORANG sering bertanya, apakah polisi yang bertugas di daerah konflik merupakan pemecah permasalahan, ataukah justru bagian dari permasalahan (are they the problem solvers, or are they part of the problem)?

Dari berbagai studi saya terhadap kerusuhan dan konflik di Maluku (2001), Papua Barat (2004b) dan Poso (2004a, 2004c, 2005, 2006), serta studi-studi yang dilakukan oleh peneliti lain di Poso (Sangaji 2005; Nadia 2005), Aceh (Hutabarat 2003; Ishak 2004) dan Maluku (Hutabarat 2003; Malik 2004; Pontoh 2004), kehadiran polisi tampaknya lebih merupakan bagian dari permasalahan, ketimbang pemecah masalah (problem solver).

Rabu, 13 Juli 2011

PRODUKSI PENGETAHUAN OLEH SIAPA

PRODUKSI PENGETAHUAN OLEH SIAPA,
UNTUK KEPENTINGAN SIAPA, DAN BERSAMA SIAPA?
Menuju Paradigma Penelitian Pembebasan
---------------------------------------------------------------------------------------
George Junus Aditjondro

Die Philosophen haben die Welt nur verschieden interpretiert.
Es kommt aber darauf an, sie zu verandern.
[Para filsuf telah menafsirkan dunia hanya secara berbeda-beda.
Namun yang terpenting adalah mengubah dunia itu].
Tesis ke-11 Marx tentang Feuerbach.



West Papua....Freedom...Independent

Krisis HAM di Papua

RELEVANSI HANCOCK BAGI KITA

oleh George Junus Aditjondro

MENGAPA sebuah buku yang ditulis oleh seorang jurnalis Inggris dan diterbitkan di London tahun 1989, masih diterjemahkan dan diterbitkan kembali di Indonesia, enam tahun kemudian? Jawabannya tidak sulit. Berbagai fenomena sosial yang digambarkan oleh Graham Hancock di buku ini, masih tetap penad (relevan) di masa sekarang. “Bantuan” asing bukanlah “bantuan”, yang betul-betul menguntungkan masyarakat negara yang “dibantu”. Bantuan asing lebih merupakan suatu mekanisme untuk mendaur ulang uang pajak rakyat di negara-negara kaya, sambil memperkaya elit negara-negara miskin.

Kamis, 07 Juli 2011

Mengenang Perempuan dan Anak-anak yang telah Dipersembahkan di Altar Kapitalisme: Relevansi Das Kapital bagi gerakan-gerakan kemasyarakatan (Social Movements) di Indonesia

Oleh George Junus Aditjondro

HARI ini, Senin, 18 September 2006, kita berkumpul di Gedung Serba Guna d kampus Unika Parahyangan, Bandung, untuk meluncurkan Buku II dari magnum opus Karl Marx, Das Kapital. Buku II ini telah selesai diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Oey Hay Djoen dan diterbitkan oleh penerbit Hasta Mitra, penerbit buku-buku Pramudya Ananta Toer di Jakarta. Kita ingin melakukan refleksi, apa relevansi (kepenadan) sebuah buku, yang pertama kali diterbitkan dalam bahasa Jerman di tahun 1885, dua tahun setelah meninggalnya salah seorang pelopor gerakan Kiri, bagi kita, yang hidup di Indonesia, lebih dari seabad kemudian.

Advokasi Media untuk Membongkar Kebisuan

Tulisan ini mencakup strategi advokasi dengan menggunakan media mainstream atau social media dengan efektif dalam  kampanye untuk membongkar kebisuan. Ini berarti  kita dituntut untuk mengidentifikasi  orang-orang  yang  memiliki  kekuatan untuk  mempengaruhi isu kampanye dan berkomunikasi dengan mereka secara efektif, serta melihat strategi untuk distribusi materi kampanye dan mengevaluasi dampak kampanye kita.

Selasa, 05 Juli 2011

Sepi Maria tanpa sang Prada: Kisah Kisah tentang kekerasan seksual prajurit TNI di Papua Barat

AGUSTUS 2009, selama dua minggu saya tinggal di Kampung Bupul. Kampung Bupul merupakan wilayah administrasi dari Distrik Elikobel, Kabupatem Merauke, Papua, yang terletak di kawasan perbatasan Papua, Republik Indonesia dan Negara Papua New Guinea. Karena posisinya itu, kampung Bupul masuk dalam kategori kampung perbatasan dan membutuhkan pengamanan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pada tahun 1983, Pos TNI-AD dibangun untuk pertama kali oleh personil Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad),
satuan tugas teritorial (satgaster) Raider Yonif 751/BS (Siliwangi) di samping Pastoran Katolik. Jumlah personil satgaster yang bertugas saat ini sebanyak sepuluh personil orang. Karena pertimbangan keamanan, Pos TNI-AD berpindah tempat beberapa kali. Sejak tahun 2007 hingga kini, Pos TNI-AD dibangun oleh 22 (dua puluh dua) personil Kostrad  TNI-AD Yonif 320/Badak Putih, di pinggir kali Maro, _an diberi nama Pos Kali Maro.