Minggu, 19 Juni 2011

On a mission to expose aboses in West Papua


By Teoh El Sen
FMT INTERVIEW PETALING JAYA: Hunted by the military, human rights activist and documentary filmmaker Wensi Fatubun left his home in West Papua, Indonesia, and continued his fight abroad.

Jumat, 17 Juni 2011

HUT ke- 84 WKRI: Dengan hati kita berkarya, dengan foto kita berkata

Jakarta, 12 Juli 2008: Matahari baru saja menyapa jagat, kala itu mobil  kijang B8767JQ yang membawa rombongan ibu-ibu WKRI Cabang Bunda Hati Kudus Kemakmuran, berhenti di depan Gereja Regina Caeli, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Hari ini, 12 Juli 2008, Wanita Katolik Republik Indonesia  merayakan HUT ke-84.  “Kami berkumpul di sini (baca: Gereja Regina Caeli) untuk merayakan HUT WKRI ke-84. Selama ini kami telah berkarya dengan hati dan dengan foto kami berkata.  Kami sadar semuanya ini adalah rahmat dari Tuhan. Oleh karena itu, kami mau bersyukur dalam misa syukur di Gereja Regina Caeli ini”, tutur Ibu Mariani Tarigan, Koordinator Presedium WKRI. WKRI Daerah Jakarta sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan yang bercirikhas Katolik dalam HUTnya ke 84 ini memilih tema “Menjadikan Kekuatan Moral dan Sosial sebagai Sikap Dasar Wanita Katolik Republik Indonesia”. Tema ini adalah hasil rekfeksi atas karya-karya WKRI, khususnya Daerah Jakarta selama ini.

PENDIDIKAN: MENGERTI MANUSIA = MENGERTI ALAM SEMESTA

Pada awal revolusi industri tahun 1850, konsentrasi salah satu gas rumah gaca (GRK) penting, yaitu CO di atmosfer baru 290 ppmv (part per million by volume), saat ini (150 tahun kemudian) telah mencapai 350 ppmv. Jika pola konsumsi, gaya hidup, dan pertumbuhan penduduk tidak berubah, 100 tahun yang akan datang konsentrasi CO diperkirakan akan meningkat menjadi 580 ppmv atau dua kali lipat dari zaman pra-industri. Akibatnya, dalam kurun waktu 100 tahun yang akan dating suhu rata-rata Bumi akan meningkat hingga 4,5 C dengan dampak terhadap berbagai sector kehidupan manusia yang luar biasa besarnya. Menurunnya produksi pangan, terganggunya fluktuasi dan distribusi ketersedian air, penyebaran hama dan penyakit tanaman.

Kamis, 16 Juni 2011

KKP KWI, JPIC MSC dan JPIC OFM bikin pelatihan di Pontian

REALITAS krisis ekologi menyerang kita dari banyak aspek. Skala dan kompleksitas permasalahan-permasalahan dan kerumitan pemecahan-pemecahan jangka panjang yang diketengahkan oleh media massa kepada kita telah menjadi semakin sulit diabaikan.

Maka, pada tanggal 22 -29 Oktober 2009 , Komisi Keadilan dan Perdamaian Konfrensi Wali Gereja Indonesia (KKP-KWI) bekerja sama dengan Komisi Keadilan dan Perdamaian Konggregasi MSC dan Komisi Keadilan dan Perdamaian OFM mengadakan pelatihan advokasi “penghentian kerusakan lingkungan berbasis data” di Hotel 95, Jl. Imam Bonjol, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

Menurut Pastor Danny, OSC bahwa pelatihan ini bertujuan untuk memperkuat masyarakat local dan lembaga gereja local di Kalimantan Barat untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat dan menjaga hutan dari ancaman degradasi dan deforestasi. “Masyarakat adat memiliki hubungan timbal balik yang erat dengan hutan dan alam sekitarnya. Kalau hutan rusak, maka masyarakat adatnya akan punah. Karena itu, marilah kita menjaga dan merawat hutan dari ancaman degradasi dan deforestasi, dengan melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat adat yang hidup di hutan,” tegasnya dihadapan tiga puluh satu peserta pelatihan yang hadir.

Media demi pewartaan Hati Kudus Yesus

Ah, ini sudah. Gambar ini sangat bagus,” tutur Fr. Robert Spania, MSC sambil tersenyum memandang gambar hasil fotonya pada kamera foto Nikkon D40X. Pastor asal Negara Papua New Gunea ini terlihat serius bangga memandang gambar hasil jepretannya sambil tersenyum puas.

Lain halnya dengan Fr. Joni Astanto Sulvisius, MSC yang terlihat serius mencari sudut bidik atas bunga kembang sepatu yang hendak dipotretnya. Pastor asal Indonesia ini tampak tidak terlalu puas dengan hasil jepretannya dan beberapa kali melakukan pemotretan ulang atas bunga kembang sepatu yang terdapat di taman Communication Fondation for Asia di Sta Mesa, Manila-Philippines.

Asikie



“Memang benar, Tanah Papua merupakan tanah yang kaya akan sumber daya alam. Tetapi di atas tanah yang kaya itu kini hidup orang-orang Papua yang miskin. Mengapa? Karena selama ini rakyat tidak menikmati hasil kekayaan itu.”

Siang itu, 28 oktober 2008, kira-kira pukul 12.30 WIT, Ibu Emiliana Omba dan beberapa ibu lain tengah sibuk mengangkut pasir dari tempat galian ke atas truk pengangkut pasir. Pasir itu mereka jual seharga Rp. 1000/kg. Terlihat beberapa ibu, termasuk ibu Emiliana Omba, begitu bersemangat mengangkat karung-karung pasir ke dalam truk yang tengah diparkir.