KELUAR DARI BAYANG-BAYANG MARX & ENGELS:
Perempuan-Perempuan di Seputar Kedua Tokoh Perintis Marxisme
George J. Aditjondro
1. Pengantar:
SEJARAH seringkali merupakan sejarah ’laki-laki’ (his-story). Jarang sekali peranan perempuan yang dekat dengan tokoh-tokoh tersebut, baik isteri, kekasih (gelap maupun terang), serta saudara perempuan, juga mendapat perhatian dari para peneliti. Begitu pula dalam sejarah Marxisme, di mana orang kurang mendengar (atau membaca) tentang peranan isteri Marx, kekasih Engels, atau anak-anak perempuan Marx. Makanya, dalam handout ini, saya berusaha mengumpulkan semua data tentang tokoh-tokoh perempuan yang selama ini sering tersembunyi dalam bayang-bayang Marx dan Engels. Tujuannya untuk melihat pengaruh tokoh-tokoh perempuan itu, dalam perkembangan pemikiran dan gerakan Marxisme. Setidak-tidaknya, tulisan ini bermaksud mengurangi bias gender dalam mendalami sejarah Marxisme dini.
2. Perempuan-perempuan di seputar Marx & Engels:
Karl Marx (5 Mei 1818 - 14 Maret 1883):
19 Juni 1843: Karl Marx menikah dengan Jenny von Westphalen, kekasih sejak masa muda Marx, anak dari Baron Ludwig von Westphalen, seorang bangsawan yang berjiwa liberal. Mereka mendapatkan tujuh orang anak, di mana empat orang di antaranya meninggal karena kondisi kemiskinan Marx di London, sewaktu menulis karya akbarnya, Das Kapital (Gurley 1975: 57; Mandel 1990: 27; Aditjondro 2006; Wikipedia 2008a).
= Tiga orang anak Karl & Jenny Marx meninggal sebagai bocah di masa-masa paling sulit buat keluarga mereka di London, yakni dua orang putra, Guido (lahir, November 1849, meninggal, September 1850) dan Edgar (lahir, December 1846, meninggal, April 1855)), dan seorang putri, Franziska (lahir, Maret 1851, meninggal, April 1852). Seperti dikutip oleh Isaiah Berlin: “Ketika Franziska meninggal, Marx tidak mempunyai uang untuk membeli peti mati, dan dibantu oleh kemurahan hati seorang pengungsi Perancis”. Menurut seorang penulis biografi Marx yang lain, Francis Wheeln, etika Edgar meninggal, Marx berusaha melompat ke dalam liang lahat, tapi berhasil dicegah (Berlin 2000: 2004; Wheel 2006: 25; Collier 2008: 4-6; Wikipedia 2008a, 2008d).
= Anak tertua: Jenny Caroline, yang lahir pada tanggal 1 Mei 1844 di Paris, mengikuti jejak ayahnya menjadi penulis. Dengan nama samaran J. Williams, tahun 1870, ia menulis di koran Perancis, Marseillaise¸ tentang perlakuan yang tidak manusiawi terhadap narapidana asal Irlandia. Dua tahun kemudian, ia menikah dengan aktivis sosialis asal Perancis, Charles Longuet, yang sepuluh tahun lebih tua (1833-1903). Longuet berasal dari kalangan anarkis dan pendukung Proudhon, pernah menjadi anggota First International (1866-67), ikut dalam pemberontakan Paris (1870-71), dan menjadi salah seorang pemimpin Paris Commune. Setelah menikah dengan Jenny Marx Jr, Charles Longuet beralih ke Marxisme. Pasangan ini memperoleh enam orang anak. Seorang anak mereka, Harry Longuet, meninggal dalam usia empat tahun, hanya beberapa hari setelah kematian kakeknya, Marx. Sedangkan anak mereka yang lain, Jean Longuet, menjadi pemimpin Partai Sosialis Perancis, dan menyunting organ partai, Le Populaire. Jenny Jr meninggal dalam usia 38 tahun, pada tanggal 11 Januari 1883, dua bulan sebelum kematian ayahnya. Charles Longuet masih hidup 20 tahun lebih lama. Sesudah tahun 1880, Longuet telah meninggalkan Marxisme revolusioner, dan bersikap pasifis selama Perang Dunia pertama. Para pendukungnya, kaum Longuetites, secara prinsip mendukung Revolusi Bolshevik, tapi menentang gagasan Diktatur Proletariat, dan di bulan Februari 1921 mendirikan Second-and-a-half Internasional, gabungan partai-partai sosialis yang moderat, di Wina, yang di tahun 1947 menjelma menjadi Socialist International (Deutscher 1964: 93; Wilcynski 2004: 325-6, 509-10; Collier 2008: 17; Wikipedia 2008a, 2008b).
= Anak kedua, Laura, puteri kesayangan Marx. Lahir di Brussels tanggal 26 September 1845. Tanggal 2 April 1867, ia menikah dengan Paul Lafargue (1842-1911), seorang Marxis Perancis, sahabat Marx dan Engels dalam French Labor Party, dan aktif dalam Komune Perancis tahun 1871. Laura yang mewarisi bakat bahasa dari ayahnya, telah menerjemahkan sebagian karya Marx ke dalam bahasa Perancis, dan karya suaminya ke dalam bahasa Inggris. Sejak pernikahan Laura dengan Paul Lafargue, pasangan ini aktif berkorespondensi dengan Engels yang terdokumentasi hingga tahun 1886, dan diterbitkan tahun 1959 oleh Foreign Languages Publishing House di Moscow. Lafarge telah menerjemahkan tiga bab dari karya Engels, Anti-Duehring, ke dalam bahasa Perancis, menjadi Socialism: Utopian and Scientific, yang diterbitkan dengan kata pengantar Paul Lafarge tahun 1880 dalam bahasa Perancis dan dalam bahasa Inggris tahun 1892. Paul yang terbuka terhadap pemikiran aliran sosialis lain, yakni utopianisme, sudah membaca hasil penelitian antropolog AS, Lewis Henry Morgan, sebelum Engels merujuknya dalam bukunya tentang asal-usul keluarga (The Origin of the Family, Private Property and the State, 1884), yang membeberkan kelebihan komunisme purba konfederasi Iroquois di perbatasan AS-Kanada. Karya Lafargue yang sejajar dengan pemikiran Engels dalam buku The Origin berjudul, The Evolution of Property from Savagery to Civilization (1890). Karya-karya menantu Marx ini adalah La Propriete, Origines et Evolution [Idealism and Materialism in the Interpretation of History] (1895), The Problem of Cognition (1910), and The Right to be Lazy (Droit de la Paresse). Setelah kejatuhan Komune Paris, keduanya mengungsi ke Spanyol dan Inggris, sebelum kembali ke Perancis tahun 1882. Ketiga anak mereka meninggal selama mengungsi. Tragisnya, Laura dan Paul bunuh diri bersama pada tanggal 26 November 1911 di Paris dengan suntikan hydrocyanic acid, karena ingin menghindar dari kesusahan di hari tua (Marx 1964: 20, 152; Tucker 1978: 683; Bloch 1983: 99-100; Carver 1983: 132, 163; Wilczynski 1984: 301; Geoghegan 1987: 60; Magnis-Suseno 2001: 245-6; Wikipedia 2008e; Collier 2008: 36).
= Anak keenam (bungsu): Eleanor (”Tussy”), lahir di London tanggal 16 Januari 1855. Sepeninggal kedua orang tuanya, ia terjun aktif dalam gerakan Marxis internasional, dan sering menjadi rujukan dalam karya-karya biografis Marx (misalnya dalam McLellan 1970: 49, 51). Sewaktu ayahnya masih hidup, Tussy membantu ibunya menulis kembali ‘cakar ayam’ Marx, agar terbaca oleh penerbit. Setelah ibunya jatuh sakit, Tussy-lah yang menjadi sekretaris pribadi ayahnya, menangani korespondensi dan naskah-naskah Marx. Sebelum kematian Marx, sang ayah menugaskan Tussy mempersiapkan penerbitan volume pertama Das Kapital, dengan bantuan Friedrich Engels (Spartacus 2008; Wikipedia 2008c).
Waktu baru berumur 17 tahun, ia jatuh cinta kepada Prosper-Olivier Hippolyte Lissagaray, seorang aktivis Komune Paris, yang dua tahun lebih tua dari pada Eleanor. Itu sebabnya, walaupun segaris politik dengan Marx, ayah Tussy tidak merestui hubungannya dengan Lissagaray. Untuk merebut kemerdekaan pribadinya, Tussy meninggalkan rumah keluarga mereka di London dan pindah ke kota peristirahatan Brighton, bekerja sebagai guru sekolah. Setelah setahun, dia bergabung dengan Lissagaray, membantunya menulis buku The History of the Commune of 1871. Walaupun begitu senang dengan buku itu, sehingga menerjemahkannya ke bahasa Inggris, Marx tetap tidak merestui hubungan putri bungsunya dengan Lissagaray. Baru pada tahun 1880, Marx akhirnya mengizinkan Tussy menikah dengan Lissagaray. Namun si bungsu sudah meragukan hubungannya dengan laki-laki ini dan di bulan Januari 1882 memutuskan hubungannya dengan Lissagaray (idem).
Tahun 1884, Eleanor mulai hidup bersama Edward Aveling (1851-98), sosialis Inggris yang sudah menikah, yang dekat dengan Charles Darwin, penemu hukum survival of the fittest dalam alam biologis. Mereka berdua menjadi anggota Social Democrats’ Federation (SDF), di mana Eleanor terpilih menjadi anggota Badan Pengurus. Di bulan Desember 1884, ia menolak cara-cara otoriter ketua SDF, H.M. Hyndman, lalu bersama William Moris mendirikan Socialists League. Selanjutnya, Eleanor Marx secara terbuka mengkampanyekan Revolutionary International Socialism dan membantu mengorganisasi kongres International Socialist Congress di Paris di tahun 1885. Ia juga melakukan kunjungan ceramah yang sukses bersama Aveling. Kekasihnya itu telah terkenal karena menerjemahkan karya akbar Marx, Das Kapital bersama Samuel Moore di tahun 1887, dengan bantuan Eleanor Marx dan suntingan akhir oleh Friedrich Engels (Engels 1990: 109; Carver 1983: 136; Wilczynski 1984: 29; Hook 1983: 114; Wikipedia 2008c; Spartacus 2008).
Sementara itu, Eleanor Marx sendiri terkenal sebagai orator dan penulis buku dan artikel, seperti The Chicago Anarchists (1877, bersama Edward Aveling); Marx’s Theory of Value (1883), The Irish Dynamics (1884), The Factory Hell (1885, bersama E. Aveling), The Women Question (1886, bersama E. Aveling), The Working Class Movements in America (1888, bersama E. Aveling), Shelley’s Socialism (1888), Speech on the First May Day (1890), The Working Class Movement in England (1896), dan Biographicl Notes on Karl Marx (1897), serta menyumbang artikel buat jurnal politik Justice, yang disunting oleh H.H. Champion (Spartacus 2008; Wikipedia 2008c).
Di bulan Januari 1989, waktu kekasihnya sakit parah, Tussy merawatnya dengan penuh cinta, sampai Edward sembuh kembali. Namun tidak lama kemudian, Tussy menemukan bahwa kekasihnya telah diam-diam menikah kembali dengan seorang perempuan lain. Putri bungsu Marx ini begitu patah hati, sehingga pada tanggal 31 Maret 1898 ia bunuh diri pada umur 43 tahun (Wilczynski 1984: 29; Hook 1983: 114; Spartacus 2008).
Jenny Marx, isteri Karl Marx, meninggal dunia tanggal 2 Desember 1881, disusul dengan kematian Jenny Jr, anak sulungnya, tanggal 11 Januari 1883. Akibat kesehatannya yang terus merosot, dan karena sangat terpukul akibat kematian isteri dan anak perempuan kesayangannya, Karl Marx meninggal pada hari Rabu, 14 Maret 1883. Ia dikuburkan hari Sabtu, 17 Maret 1883 dalam satu liang lahat bersama isterinya di pemakaman Highgate di pinggir kota London (Gurley 1975: 57; Stepanova 2004: 114-5).
Selain anak-anak dari Jenny von Westphalen, di bulan Juni 1851 Helene Demuth, pembantu rumah tangga dan pengasuh anak-anak yang dibawa dari Jerman, melahirkan seorang anak laki-laki bernama Frederick (”Freddy”), hasil hubungan Helene dengan Karl Marx. Anak itu diaku dan dibesarkan oleh Engels, yang baru mengungkapkan rahasia identitas Freddy kepada Eleanor, menjelang kematian Engels, tanggal 5 Agustus 1895. Sebelum Marx meninggal, Helene telah diangkat menjadi pembantu rumah tangga Engels. Eleanor, sangat terkejut waktu diberitahu asal-usul Freddy, karena dia merasa sangat dekat dengan pemuda itu. Namun setelah mengetahui bahwa Freddy adalah saudara tirinya, Eleanor semakin akrab dengan pemuda, yang di kemudian hari menjadi aktivis gerakan buruh Inggris dan pendiri Hackney Labour Party dan baru meninggal tahun 1929 (Berman 2002: 38; Collier 2008: 5, 12-3; Hook 1983: 118-9; Wikipedia 2008a, 2008c, 2008d).
Marx bukannya tidak menyadari kemiskinan dan penderitaan isteri dan anak-anaknya, akibat konsentrasinya pada studinya selama belasan tahun untuk menghasilkan karya akbarnya, Das Kapital. Menurut Sidney Hook, penulis yang sangat kritis terhadap Marx, kesadaran itu mempengaruhi sikap Marx dalam menyetujui atau menolak calon-calon menantunya. Tulis Hook (1983: 118):
”You know that I have sacrificed my whole fortune to the revolutionary struggle. I do not regret it. On the contrary. Had I my career to start again, I should do the same. But I would not marry. As far as lies in my power, I intend to save my daughter from the reefs on which her mother’s life has been wrecked.”
Ada juga penulis yang lebih keras lagi menyoroti bagaimana Marx sering mengabaikan kebutuhan hidup dan cinta keluarganya, sementara sibuk dengan organisasi, studi, dan penulisan karya-karya besarnya. Jerrold Seigel dalam Marx’s Fate: The Shape of a Life, mengecam kehidupan domestik Marx sebagai berikut (Berman 2002: 42-3):
...... ketika Jenny dan anak-anak mereka kelaparan dan menderita selama 15 tahun (keadaan itu baru pulih di akhir tahun 1860-an), Marx malah melupakan dari tanggungjawabnya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, dan bergulat dengan kesendirian untuk mencari kebenaran sejati, (”Ketika kamu, setan kecil yang menyedihkan, harus mengalami semua kenyataan pahit ini” – dia menulis ini untuk Jenny saat istrinya itu sedang melawan tuan tanah, pedagang grosir dan juru situ – ”aku juga harus hidup dalam siksaan dalam mencapai cita-cita.” Jadi, dia menyuruh istrinya menghadapi realitas seorang diri, sementara dia dengan bebas melayang, walaupun dia dalam kebahagiaan, dalam lingkaran dunia cita-cita.)
.... terutama di tahun-tahun terakhirnya, Marx mendorong dirinya dan orang di sekitarnya menjadi gila karena penolakannya menyelesaikan Capital. ”Aku harus menggunakan setiap detik waktuku untuk menyelesaikan bukuku, dengan mengorbankan kesehatanku, kebahagiaanku, dan keluarga.” Marx menulisnya di tahun 1867, hanya sesaat sebelum Capital Volume 1 terbit; tetapi dia akan terus berkorban seperti itu dalam 16 tahun ke depan, bahkan sampai dia menghembuskan napas terakhirnya. Engels, Jenny, anak perempuan mereka, dan semua teman Marx mendesaknya menghentikan pekerjaannya itu, menerima dengan lapang dada ketidaksempurnaan dan ketidaklengkapannya, serta mendesaknya meraih kesempatan dan bekerja di luar dunianya sendiri; tetapi dia telah menyerahkan hidupnya sendiri, terbenam lebih dalam ke arah dialektika, menolak menghentikannya sampai cita-citanya terwujud”.
Namun berbeda dengan gambaran Hook dan Siegel yang sangat negatif, catatan-catatan lepas Eleanor sangat positif tentang ayahnya, yang digambarkannya sangat sering bermain kuda-kudaan dengan anak-anaknya yang selamat dari kematian dini, sering memberinya buku di hari ulang tahunnya, selalu ramah terhadap anak-anak dan orang lain yang ingin belajar sesuatu darinya, sangat mencintai ibunya, Jenny von Westphalen, dan kedua orang tuanya sangat sedih dengan kematian dua orang kakak dan seorang adiknya (Mark-Aveling 2006).
Catatan seorang biografis Marx, Isaiah Berlin, juga menggambarkan Marx sebagai tuan rumah, suami, ayah, dan kakek yang sangat manusiawi, dan penuh dengan kasih sayang, yang suka mengajak seluruh rumah tangganya membaca dan membahas Shakespeare. “Hari-hari Minggu ia peruntukkan bagi anak-anak. Dan ketika anak-anaknya telah dewasa dan menikah, untuk cucu-cucunya. Seluruh keluarganya punya nama panggilan sendiri-sendiri. Anak perempuannya adalah Qui-Qui, Quo-Quo, dan Tussy. Isterinya adalah Mohme. Ia sendiri dikenal sebagai sang Moor atau Nick Tua karena penampilannya yang seram dan hitam”, begitu sekeping catatan Berlin (2007: 286-7).
Friedrich (Frederick) Engels (28 November 1820 - 5 Agustus 1895)
Selama 20 tahun, Engels hidup bersama Mary Burns, seorang buruh di pabrik tekstil milik ayah Engels di Manchester, Ermen & Engels. Buruh berdarah Irlandia ini yang memperkenalkan kondisi kelas pekerja di Inggris kepada Engels, dan mengajaknya ikut gerakan buruh Chartist dan para sosialis dini di Inggris. Mary Burns meninggal di bulan Januari 1863. Engels kemudian hidup bersama Lizzy Burns, adik Mary Burns, yang meninggal di bulan September 1878 (Tucker 1978: xvii; Hobsbawm 1979: 15; Dennehy 1996: 106; Wikipedia 2008d).
Belum banyak terungkap tentang hubungan antara Engels dengan kedua bersaudari Mary dan Lizzy Burns, dan ada tidaknya keturunan mereka. Yang terungkap hanyalah bahwa Engels mengangkat anak ilegal Marx, Freddy Demuth (Wikipedia 2008d).
3. Konsep Cinta, Seks dan Keluarga dalam Pemikiran Karl Marx dan Friedrich Engels:
CINTA Marx yang begitu besar pada Jenny von Westphalen, dengan siapa ia bertunangan secara rahasia di tahun 1836, sudah diekspresikan dalam surat pemuda itu pada ayahnya, yang ditulisnya setahun kemudian (lihat Tucker 1978: 7-8; Easton & Guddat 1967: 40-50).
= “Cintalah”, kata Marx, “yang pertama mengajarkan manusia untuk percaya pada dunia di luar dirinya” (Berman 2002: 34).
= Kekuatan utama sÃntesis Marx berada pada cinta seksual. Para penulis biografi mencatat bahwa Karl dan Jenny Marx mampu mempertahankan perkawinan selama 40 tahun dan hanya dipisahkan oleh kematian, walaupun melewati berbagai kekacauan, penderitaan, gairah, dan sekaligus kebahagiaan dalam perkawinan. Marx adalah salah satu dari pemikir besar dalam sejarah yang menjalani kehidupan perkawinan dan keluarga yang berbahagia (Berman 2002: 38).
= Marx membuat banyak tulisan tentang cinta seksual di pertengahan tahun 1840-an, tidak lama setelah perkawinannya, ketika dia berusaha memenuhi cita-cita ayahnya untuk hidup dengan orang lain. Dia menolak Idealisme Jerman pada tahun 1845; dia menjelekkannya dengan mengatakan bahwa filsafat itu dan “studi aktualitas” mempunyai hubungan yang sama bagai masturbasi dan cinta seksual”. Kesan itulah yang didapat oleh seseorang yang mulai dewasa dalam pemenuhan kebutuhan seksual. Dia juga memberikan penilaian buruk terhadap pemikiran-pemikiran yang menolak kehidupan seksual seperti masturbasi, hidup menyendiri dan keasyikan dengan diri sendiri. Dia tumbuh dewasa dalam dua pertentangan itu, dia merasakan, dan tumbuh dalam pemikiran yang lebih sehat dan lebih dewasa dalam “studi aktualitas” seperti cinta seksual, melihat dunia luar dan berhubungan dengan orang lain (Berman 2002: 39).
= Manuskrip-manuskrip Ekonomi & Filsafat yang ditulis Marx tahun 1844, menampilkan pendapat Marx tentang cinta dan seks, yang sering dirujuk oleh para peneliti dan penulis tentang Marx dan Marxisme, sebagai berikut:
= Hubungan antar manusia yang tidak terasing, diperlihatkan oleh Marx dengan indah pada hubungan cinta antara laki-laki dan perempuan. ”Hubungan langsung, alami, niscaya, manusia dengan manusia adalah hubungan antara laki-laki dengan perempuan. Dalam hubungan alami ini hubungan manusia dengan alam langsung menjadi hubungan dengan manusia, sebagaimana hubungan dengan manusia langsung adalah hubungan dengan alam ... Dalam hubungan ini juga terlihat sejauh mana kebutuhan manusia menjadi kebutuhan manusiawi, jadi sejauh mana orang lain menjadi kebutuhan, sejauh mana ia dalam eksitensi individual sekaligus makhluk sosial” [EPM, MEW EB 1, 534]. Maksud Marx: dalam cinta, laki-laki dan perempuan saling menjadi kebutuhan secara alami; secara alami dan spontan manusia yang satu terdorong dan gembira untuk memenuhi kebutuhan manusia yang lain, tanpa melirik pada keuntungan egoisnya sendiri. Apabila dua orang saling mencintai, mereka ingin saling membahagiakan. Kebahagiaan yang satu adalah kebahagiaan yang lain dan sebaliknya. Apabila mereka saling memberi hadiah, mereka tak pernah berpikir untuk menuntut pembayaran. Maka cinta sejati merupakan hubungan di mana individu bersifat individu sekaligus bersifat sosial” (Magnis-Suseno 2001: 99).
= atau, mengutip langsung dari Manuskrip-Manuskrip Ekonomi dan Filsafat Marx tahun 1844:
”In the approach to woman as the spoil and handmaid of communal lust is expressed the infinite degradation in which man exists for himself, for the secret of this approach has its unambiguous, decisive, plain and undisguised expression in the relation of man to woman and in the manner in which the direct and natural procreative relationship is conceived. The direct, natural, and necessary relation of person to person is the relation of man to woman. In this natural relationship of the sexes man’s relation to nature is immediately his relation to man, just as his relation to man in immediately his relation to nature – his own natural function. In this relationship, therefore, is sensuously manifested, reduced to an observable fact, the extent to which the human essence of man. From this relationship one can therefore judge man’s whole level of development. It follows from the character of this relationship how much man as a species being, as man, has come to be himself and to comprehend himself; then relation of man to woman is the most natural relation of human being to human being. It therefore reveals the extent to which man’s natural behavior has become human, or the extent to which the human essence in him has become a natural essence – the extent to which his human nature has come to be nature to him. In this relationship is revealed, too, the extent to which man’s need has become a human need; the extent to which, therefore, the other person as a person has become for him a need – the extent to which he in his individual existence is at the same time a social being” (Marx 1961: 101).
”Assume man to be man and his relationship to the world to be a human one: then you can exchange love only for love, trust for trust, etc. If you want to enjoy art, you must be an artistically-cultivated person; if you want to exercise influence over other people, you must be a person with a stimulating and encouraging effect on other people. Every one of your relations to man and to nature must be a specific expression, corresponding to the object of your will, or your real individual life. If you love without evoking love in return – that is, if your loving as loving does not reproduce reciprocal love; if through a living expression of yourself as a loving person you do not make yourself a loved person, then your love is impotent – a misfortune” (Marx 1961: 141)
Sementara itu, baik Engels maupun Marx sangat memperhatikan penderitaan perempuan, khususnya buruh perempuan, dalam perkembangan kapitalisme di Inggris. Engels lebih dulu melakukannya dalam The Condition of the Working Class in England: From Personal Observation and Authentic Sources, yang mula-mula terbit dalam bahasa Jerman tahun 1845. Sedangkan Marx dalam jilid pertama Das Kapital, yang terbit di tahun 1867. Walaupun jilid kedua dan ketiga dari studi yang begitu mendalam tentang kapitalisme itu disunting oleh Engels, bahan bakunya juga sudah dikumpulkan oleh Marx. Mengikuti jejak Engels dalam karya mendalam yang pertama tentang eksploitasi buruh dalam kapitalisme dini di Inggris, Das Kapital, terutama jilid pertama dan ketiga, sangat tajam membeberkan penderitaan buruh perempuan dan anak-anak dalam pabrik-pabrik di Inggris, mulai dari penyakit-penyakit lingkungan pekerjaan sampai dengan angka kematian perempuan dan anak-anak yang jauh lebih tinggi ketimbang buruh laki-laki (lihat Aditjondro 2006).
Selain itu, Marx dan Engels sempat berkolaborasi dalam ”membaca” kembali hasil penelitian antropologis Lewis Henry Morgan tentang masyarakat komunis purba bangsa-bangsa asli Amerika, sebelum kedatangan bangsa-bangsa Eropa dengan sistem ekonomi kapitalisnya. Berdasarkan catatan etnologis Marx, yang mula-mula mendalami karya Morgan, Engels mengolahnya dan menerbitkan buku, The Origin of the Family, Private Property and the State di tahun 1884. Buku itu kemudian menjadi Injilnya gerakan feminis Marxis di AS, dengan merujuk kepada “penemuan” Engels bahwa masyarakat-masyarakat tribal di belahan benua Amerika Utara, belum dikuasai oleh patriarki sebelum kedatangan bangsa-bangsa Eropa (lihat Tong n.d.: 150; Heywood 1992: 232).
4. Kesimpulan:
DARI seluruh uraian ini ternyata bahwa pemikiran Marx dan Engels untuk zaman mereka, sudah sangat maju peduli terhadap nasib buruh perempuan di awal Revolusi Industri di Inggris itu. Namun di awalnya, mereka tidak melihat hubungan antara penderitaan perempuan dalam sistem kapitalis, dengan patriarki yang merupakan ideologi dominan dalam hubungan di antara kedua jenis kelamin. Memang, dalam naskah-naskah ekonomi dan filsafatnya di tahun 1844, Marx mendambakan kesetaraan di antara kedua jenis kelamin, khususnya hubungan cinta seksual, sebagai relasi manusia yang paling ideal.
Tetapi dia, maupun sahabat karibnya, Engels, belum menyoroti relasi antara patriarki dan kapitalisme. Baru dalam dasawarsa terakhir hidupnya, setelah mempelajari karya Lewis Henry Morgan, Marx mulai melihat bahwa masyarakat komunis purba – di mana juga ada kesetaraan gender – seperti yang dia cita-citakan bersama Engels, sudah pernah ada. Sesudah kematian Marx, pengolahan pemikiran itu dituntaskan oleh Engels, yang bukunya, The Origin, menjadi acuan bagi aliran feminisme sosialis, khususnya feminis Marxis.
Apakah teori mereka sama dengan praxis mereka? Seperti juga kehidupan para pemikir besar yang lain, tentu saja tidak. Namun boleh dikata, praxis mereka dalam relasi mereka dengan significant others yang berkelamin perempuan, cukup mendekati teori mereka. Dengan perkecualian hubungan gelap Karl Marx dengan Helene Demuth, yang masih sangat terbatas referensinya, kehidupan perkawinan Karl Marx dan Jenny von Westphalen bisa bertahan, sampai maut memisahkan mereka. Begitu pula hidup bersama antara Friedrich Engels dengan Mary dan Lizzy Burns.
Bertahannya kehidupan perkawinan Karl dan Jenny Marx, tentu saja tidak bisa hanya didasarkan pada kesetiaan Marx, tapi juga pada kerelaan Jenny untuk ikut mendukung perjuangan suaminya, sebagai bukti dan bakti cinta dia pada Karl, kekasih sejak masa remajanya. Begitu pula kita perlu angkat topi buat kedua bersaudari Mary dan Lizzy Burns, yang ikut berperan dalam radikalisasi pemikiran dan perjuangan Engels, membela hak-hak buruh di Inggris, selama hidup bersama Engels selama dua dasawarsa.
Banda Aceh, 27 Juli 2008
Yogyakarta, 2 November 2008.
Jakarta, 23 November 2008.
Referensi:
Aditjondro, George Junus (2006). Mengenang Perempuan dan Anak-anak yang telah dipersembahkan di Altar Kapitalisme: Relevenasi Das Kapital bagi Gerakan-gerakan Kemasyarakatan (social movements) di Indonesia. Catatan untuk Peluncuran Buku II Das Kapital karya Karl Marx, hari Senin, 18 September, di GSG Unika Parahyangan, Bandung.
Berlin, Isaiah (2000). Biografi Karl Marx. Yogyakarta: Jejak.
Bloch, Maurice (1983). Marxism ande Anthropology: The History of a Relationship. Oxford: Clarendon Press.
Berman, Marshall (2002), Bertualang dalam Marxisme. Surabaya: Pustaka Promothea.
Carver, Terrell (1983). Marx & Engels: The Intellectual Relationship. Bloomington: Indiana University Press.
Collier, Andrew (2008). Marx: A Beginner’s Guide. Oxford: Oneworld.
Dennehy, Anne (1996). ’The Condition of the Working Class in England: 150 Years On.” Dalam Christopher J. Arthur (peny.). Engels Today: A Centenary Appreciation. London: MacMillan Press, hal. 95-129.
Deutscher, Isaac (ed). The Age of Permanent Revolution: A TrotskyAnthology. New York: Dell Publishing Co., Inc.
Easton, Lloyd D. & Kurt H. Guddat (peny.). Writings of the Young Marx on Philosophy and Society. Garden City, NY: Anchor Books.
Engels, Frederick (1979). The Condition of the Working Class in England: From Personal Observation and Authentic Sources. [Penerbitan pertama tahun 1892]. London: Granada Publishing Ltd.
---------- (1990). ‘Preface to the English Edition,’ dalam Karl Marx, Capital: A Critique of Political Economy. London: Penguin Book & New Left Review, hal. 109-13.
Geoghegan, Vincent (1987). Utopianism & Marxism. London: Methuen.
Gurley, John G. (1975). Challengers to Capitalism: Marx, Lenin, and Mao. Stanford: Stanford Alumni Association.
Heywood, Andrew (1992). Political Ideologies. London: MacMillan.
Hobsbawm, Eric (1979). ”Introduction.” Dalam Engels, op. cit., hal. 7-17.
Hook, Sidney (1983). Marxism and Beyond. Totowa: Rowman & Allanheld Publishers.
Magnis-Suseno, Franz (2001). Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mandel, Ernest (1990). ”Introduction.” Dalam Karl Marx, Capital: A Critique of Political Economy. London: Penguin Books & New Left Review, hal.11-86.
Marx, Karl (1961). Economic and Philosophic Manuscripts. Moscow: Foreign Languages Publishing House.
-------- (1964). The Class Struggles in France (1848-1850). New York: International Publishers.
Engels, Frederick (1990). ‘Preface to the English Edition,’ dalam Karl Marx, Capital: A Critique of Political Economy. London: Penguin Books & New Left Review, hal. 109-13.
Marx-Aveling, Eleanor (2006). Karl Marx: Beberapa Catatan Ringan. http://www.amoyepai.com.htm, 26 Desember.
McLellan, David (1972). Marx Before Marxism. Middlesex, UK: Penguin Books.
Spartacus (2008). Eleanor Marx. http://www.spartacus.schoolnet.co.uk/TUmarx.htm
Stepanova, F. (2004). Karl Marx: Nabi Kaum Proletar. Yogyakarta: Mata-Angin.
Tong, Rosemarie Putnam (n.d.: 150). Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra.
Tucker, Robert C. (1978) (peny.). The Marx-Engels Reader. New York: W.W. Norton & Company.
Wheen, Francis (2006). Marx’s Das Kapital: A Biography. London: Atlantis Books.
Wikipedia (2008a). Karl Marx. http://de.wikipedia.org/wiki/Karl_Marx, diakses tanggal 16 Juli 2008.
---------------(2008b). Jenny Longuet. http://de.wikipedia.org/wiki/Jenny_Longuet, diakses tanggal 16 Juli 2008.
Wikipedia (2008c). Eleanor Marx. http://de.wikipedia.org/wiki/Eleanor_Marx, diakses tanggal 16 Juli 2008.
Wikipedia (2008d). Friedrich Engels. http://de.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Engels,
diakses tanggal 16 Juli 2008.
Wikipedia (2008e). Laura Lafargue. http://de.wikipedia.org/wiki/Laura_Marx, diakses tanggal 17 Juli 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar