Kamis, 16 Juni 2011

Media demi pewartaan Hati Kudus Yesus

Ah, ini sudah. Gambar ini sangat bagus,” tutur Fr. Robert Spania, MSC sambil tersenyum memandang gambar hasil fotonya pada kamera foto Nikkon D40X. Pastor asal Negara Papua New Gunea ini terlihat serius bangga memandang gambar hasil jepretannya sambil tersenyum puas.

Lain halnya dengan Fr. Joni Astanto Sulvisius, MSC yang terlihat serius mencari sudut bidik atas bunga kembang sepatu yang hendak dipotretnya. Pastor asal Indonesia ini tampak tidak terlalu puas dengan hasil jepretannya dan beberapa kali melakukan pemotretan ulang atas bunga kembang sepatu yang terdapat di taman Communication Fondation for Asia di Sta Mesa, Manila-Philippines.

Asikie



“Memang benar, Tanah Papua merupakan tanah yang kaya akan sumber daya alam. Tetapi di atas tanah yang kaya itu kini hidup orang-orang Papua yang miskin. Mengapa? Karena selama ini rakyat tidak menikmati hasil kekayaan itu.”

Siang itu, 28 oktober 2008, kira-kira pukul 12.30 WIT, Ibu Emiliana Omba dan beberapa ibu lain tengah sibuk mengangkut pasir dari tempat galian ke atas truk pengangkut pasir. Pasir itu mereka jual seharga Rp. 1000/kg. Terlihat beberapa ibu, termasuk ibu Emiliana Omba, begitu bersemangat mengangkat karung-karung pasir ke dalam truk yang tengah diparkir.



Minggu, 03 April 2011

Analisis Dampak Sawit

Oleh George Junus Aditjondro

PENGANTAR:
SUMATERA UTARA (Sumut), memang tepat menjadi tuan rumah konferensi alternatif peringatan seabad introduksi kelapa sawit (Elaeis Guineensis) dari Ghana, Afrika Barat, bukan karena jenis palma ini yang semula diintroduksi sebagai tanaman hias di Kebun Raya Bogor, tahun 1848, dan selanjutnya berhasil ditanam secara komersial tahun 1911 di Tanah Itam Ulu dan Pulu Raja di Sumut dan di Sungai Liput, Aceh Timur, berkat rintisan Adrien Hallet dari Belgia dan K. Schadt dari Jerman (Bangun 2010: 104-5; Ghani 2011).

Belajar di "Sananta Sella"

Sepuluh jari tangan Fr. Empi, Novis Missionaris Hati Kudus Yesus (MSC) di Kapel Novisiat MSC, bergerak dengan lincah, membuka lembar demi lenbar Kitab Suci. Matanya terbuka lebar melihat kalimat demi kalimat. Sesekali raut mukanya cemberut! “Saya sedang mencari arti kata ‘adil’, ‘damai’ dan ‘keutuhan ciptaan’ di dalam Kitab Suci”, ungkapnya.

Bukan hanya Fr. Empi saja. Di sudut ruangan konfrensi Novisiat MSC,  Fr. Jack, kawan dari Fr. Empi, serius mencatat. Ia sedang merangkum hasil temuan kelompoknya tentang arti kata “adil” dalam Kitab Suci.

Kamis, 17 Maret 2011

Sejarah Sunyi

Di Merauke (11/2/2011), para pimpinan Sekretariat Keadilan dan Perdamaian se-Papua (SKP se-Papua) bersama Promotor JPIC MSC  menegaskan hak hidup orang asli Papua sedang terancam. 

Ada lima masalah utama hak hidup orang asli Papua, yang menjadi keprihatian bersama pimpinan SKP se-Papua, yakni  kerusakan dan kehancuran lingkungan hidup (masalah ekologi dan investasi), gagalnya implementasi OTSUS, militerisme dan kekerasan aparat, dialog Papua (internal antar orang Papua sendiri) dan Jakarta – Papua dan pendidikan dan Kesehatan yang terus menerus problematik”, ungkap koordinator SKP se-Papua, Br. Rudolf Kambayong, OFM.

Persoalan-persoalan ini menjadi pelanggaran di bidang hukum dan HAM di tanah Papua, karena perangkat hukum dan kebijakan publik yang ada sesungguhnya masih berorientasi pada langgengnya kekuasaan, jabatan dan kepentingan pihak penguasa beserta kroni dan kelompok dekatnya ketimbang memihak pada kepentingan Orang Asli Papua di tanah Papua.


Aku memotret Papua


Konflik laten antara masyarakat Papua dan aparat Negara Kesatuan Republik Indonesia, secara historis dilatarbelakangi hasrat masyarakat Papua untuk menentukan nasib mereka sendiri sebagai bangsa dan negara Papua Barat, setelah dijanjikan oleh penguasa kolonial, Kerajaan Belanda, setengah abad yang lalu. Untuk memperkuat cita-cita kemerdekaan itu, diciptakanlah lagu kebangsaan, Hai Tanahku Papua, serta bendera Bintang Kejora. Berpuluh-puluh tahun kemudian, Sang Bintang Kejora tetap dikibarkan dalam setiap aksi pro-kemerdekaan Papua Barat, walaupun dengan pertaruhan nyawa.

Senin, 24 Januari 2011

Dari Yodom ke Penang

Sebuah renungan di selat Malaka

Malam itu di tahun lalu(1/11), pukul 20.00, di ruang pertemuan kantor LSM Suara Rakyat Malaysia (SUARAMA) di Penang-Malaysia, lima bapak paruh baya bercerita dalam bahasa Mandarin tentang sejarah pergerakan sosialis di Malaysia. Ada 10 anak muda yang mendengarkan. saya, salah satu dari 10 anak muda itu. Rungan pertemuan sangat kecil, tak cukup menampung, sehingga kami duduk berdempet-dempetan. Jing Cheng, kawan saya yang juga staff SUARAM Penang, dengan setia menerjemahkan kepada saya. Maklum, saya tak cakap berbahasa Mandarin.

"Setia perjuangan harus bersama rakyat. Tanpa keterlibatan rakyat, tidak ada perjuangan," tegas salah satu dari lima orangtua itu.