(Sebuah relfeksi-analitik atas paham ekologi dalam tradisional masyarakat adat Malind)
Oleh wensi fatubun
Pada awal revolusi industri tahun 1850, konsentrasi salah satu gas rumah gaca (GRK) penting, yaitu CO₂ di atmosfer baru 290 ppmv (part per million by volume), saat ini (150 tahun kemudian) telah mencapai 350 ppmv. Jika pola konsumsi, gaya hidup, dan pertumbuhan penduduk tidak berubah, 100 tahun yang akan datang konsentrasi CO₂ diperkirakan akan meningkat menjadi 580 ppmv atau dua kali lipat dari zaman pra-industri. Akibatnya, dalam kurun waktu 100 tahun yang akan datang suhu rata-rata bumi akan meningkat hingga 4,5 ⁰C dengan dampak terhadap berbagai sektor kehidupan manusia yang luar biasa besarnya. Menurunnya produksi pangan, terganggunya fluktuasi dan distribusi ketersedian air, penyebaran hama dan penyakit tanaman.
Kenyataan seperti ini, yang selalu mengancam kelangsungan hidup makluk di bumi ini, telah menarik perhatian pelbagai kalangan masyarakat. Arne Naess dalam Ecology, Community and Lifestyle (1993), menyebutkan bahwa krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam yang fundamental dan radikal. Yang dibutuhkan adalah sebuah pola hidup atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang per orang, tetapi juga budaya masyarakat secara keseluruhan. Artinya, dibutuhkan etika lingkungan hidup yang menuntun manusia untuk berinteraksi dalam alam semesta.
Pendapat ini hendak menegaskan kepada kita bahwa persoalan inti dari pemanasan global dan perubahan iklim terletak pada paradigma manusia dalam mengerti alam semesta ini.
Masyarakat Malind, Kabupaten Merauke, Papaua, dalam menjawab dengan menawarkan sebuah warisan leluhur yang sudah dihidup ratusan tahun, yakni “spiritualitas nakali”.
Malind-anim adalah sebutan untuk orang Malind (orang yang menghidupi spiritualitas Mayo). Di dalam Mayo, “Spiritualitas nakali” dihidupi. Mayo adalah suatu kepercayaan tentang seluruh mahkluk hidup diciptakan dalam Unam (= alam) ini, dengan mempunyai hubungan kekerabatan satu sama yang lain dan yang satu membutuhkan yang lain, sehingga harus dilestarikan (istilah Malind : “kamopha katalob-la es-hanid naggo”), agar supaya kehidupan ini dapat berlangsung terus. Hubungan kekerabatan ini adalah antara hewan dengan tumbuh-tumbuhan atau hewan dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan dengan tumbuh-tumbuhan, hewan dengan manusia, tumbuh-tumbuhan dengan manusia. Dalam Bahasa Malind disebut hubungan-hubungan dikelompokkan dengan istilah : Nakali, Namik dan Iham. Hubungan ini merupakan satu kesatuan yang kompak dan jika salah satu mata rantai ini terputus atau diputuskan, maka akan terjadi malapetaka. Ungkapakan dalam bahasa Malind : samb milah kame-wa kewai = seluruh tatanan ini akan rusak berantakan.
Dasar pemikiran yang terkandung didalamnya adalah semua yang ada dalam dunia ini, “sama saja” (saling terkait, mempunyai hubungan kekerabatan satu sama yang lain). Manusia dengan hewan sama saja; manusia dengan tumbuh-tumbuhan sama saja. Semua mengikuti tahap kehidupan dari lib (lahir), sampai akhirnya kahwid (mati). Hanya manusia membedakan diri dari semuanya ini karena, Anim mayan atau anim mean (= bahasa manusia, berbicara seperti manusia). Perbedaan ini bukan karena Wi (jiwa), yang juga dipunyai mahluk lain, tetapi karena Mean/mayan (bahasa).
Kepercayaan ini diwujudkan dahulu kala oleh nenek moyang Malind-anim dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh, anak babi bisa diberi minum air susu ibu manusia, anak anjing diberi minum air susu ibu manusia dan sebaliknya juga bisa dari binatang peliharaan, manusia bisa minum susu anjing dst. Manusia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Unam (= bumi) ini, khususnya dengan makan/bumi ini, makanya dalam adat Malind, Tanah tidak boleh diperjual- belikan atau dirusak, karena tanah dan manusia itu adalah satu dan melekat, jika tanah dirusak, manusia sendiri akan punah. Semua ini dikisahkan kembali secara ritual dalam adegan-adegan tarian sakral Mayo yang bisa disaksikan pada upacara adat Mayo.
Arti “Nakali” dan “Iham”
Untuk lebih mengerti pernyataan-pernyataan di atas ini, maka perlu kami jelaskan istilah “Nakali dan Iham”, yakni
Pertama : hubungan kekerabatan antara manusia dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan, disebut Iham. Iham ini dapat disamakan dengan istilah Totem. Totem ini terbagi dalam hewan totem (totem animal); benda totem (totem material) tumbuh-tumbuhan Totem (Totem plant).
Contoh : (Totem animal) : Kimu adalah Iham dari marga Gebze; Anjing adalah Iham dari marga Mahuze, Kayi adalah iham dari marga Kaize; Mbukaku adalah iham dari marga Gebze dst. (Totem plant), Kelapa adalah Iham dari marga Gebze, Sagu adalah Iham dari marga Mahuze; Nggagul adalah Iham dari marga Mahuze sub-marga Zyohelik dst. Benda totem lainnya : batu, tanah, bumi, matahari, adalah Iham dari marga Gebze; Bulan, laut, gelombang dll adalah totem dari pada marga Yolmend ; Manusia/orang-orang sebagai kelompok adalah totem dari marga Gebze.
Dalam hal hubungan Iham ini termasuk juga hubungan dengan gejala-gejala alam seperti : Gelap, Terang; Fajar; Arah angin, Gemuruh, Arus air. Contoh : Gelap, adalah Iham dari marga Gebze sub-marga Dinaulik; Gemuruh adalah : Iham daripada marga Basik-basik; Fajar (merah) adalah Iham daripada marga Gebze, fajar kuning adalah Iham daripada marga Mahuze dst.
Kedua : hubungan kekerabatan antara hewan dan tumbuh-tumbuhan, hewan dan hewan, disebut : Nakali. Contoh (hewan dengan tumbuh-tumbuhan) : Kanamin (semut kelapa) adalah Nakali dari Kelapa; zyohe atau ikan sembilan, kilub atau ikan duri, Saleh atau udang dan Wakin atau udang mini/kerdil, adalah Nakali dari Nggagul=(sejenis pohon bakau) dst. Contoh (hewan dengan hewan): Kakuhale atau sejenis burung, adalah nakali dari Buaya; ikan hiyu juga punya nakali dst.
Ketiga : tumbuh-tumbuhan dengan tumbuh-tumbuhan; hewan dengan hewan;disebut : Namik (=bersaudara). Contoh : Tebu dengan berbagai jenis tebu lainnya adalah Namik, termasuk disini Kapatu atau tebu ikan, Tat ( ??) atau bahan untuk tangkai panah; Ohal, Kasim (jenis-jenis gelagah) mereka ini bersaudara (=Namik). Ada saudara jauh, saudara dekat dst. tetapi tidak bersaudara dengan Nggu (jenis gelagah). Namik dari Nggu adalah Haikla, Palak/Parak, Wib, Yulha (jenis gelaga berdaun lebar tanpa batang=seperti bawang tetapi besar). Hewan : Kalambu (=ikan bulanak tidak lompat/terbang) dengan Oyay (=ikan bulanak lompat/terbang) dst.
Manusia dengan manusia sudah jelas: Bapa, Mama Kakek, Nenek, dan saudara-saudara lainnya, ipar dll. Tetapi dalam hubungan antara Saudara laki-laki dan saudara perempuan, maka saudara perempuan dapat dipanggil dengan : Nakalu ini adalah kata sifat Singular dari kata : Nakali yang adalah Prularis/Prular/Jamak dari kata: Nakalu.
Istilah Nakalu ini dipakai untuk saudara Perempuan, dalam arti penolong bagi saudara laki-laki. Kata Bahasa Malind untuk saudara perempuan adalah : Namuk, (kata sifat femininum singularis/singular), sedangkan saudara laki-laki adalah : Namek, kata sifat maskulinum singularis /singular sedangkan jamaknya/Prular-nya adalah : Namik.
Penjelasan Tambahan: Manusia Dema juga mempunyai Nakali, kadang-kadang satu, kadang-kadang lebih dari satu. Contoh : Yolm, Dema penguasa laut mempunyai Nakali lebih dari satu: nama mereka : Halai, Mo, Walwa. Geb sebagai Dema mempunyai satu saja : namanya: Missa. Mahu sebaghai Dema mempunyai Nakali dua : nama mereka Len dan Pyakol. Yano(Dema dari Saham) mempunyai nakali dua : Alisan dan Awip,. Monggumer-anem mempunyai dua : Kena/Kania dan Kenkena/Kankania dst. Sebagaimana manusia bersaudara begitupun hewan bersaudara dan tumbuh-tumbuhan juga bersaudara, itu baru disebut Namik. Bersaudara dalam hal ini saudara seketurunan saudara jauh (relatives Bhs Inggris). Dalam Bahasa Indonesia ini lazim disebut : sejenis. Contoh : pohon bus (bus putih : Eucalypthus) dengan pohon kiwin (bus merah), dua pohon ini adalah Namik.=(bersaudara), saudara-saudara lainnya sejenisnya, adalah : pohon simbim (jenis bus) dan pohon palpolu (jenis bus), wamb (jenis bus), Kes (jenis bus) dst. Ada yang disebut saudara dekat dan saudara jauh dst.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar